Ji Jingga

Ji Jingga
Ibo

Minggu, 11 November 2012

SOSIOLINGUISTIK “Diglosia”



Diglosia”

PENDAHULUAN
Bahasa adalah sebuah system , artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap, dan dapat dikaidahkan. Ciri dari hakikat bahasa adalah , bahwa bahasa itu adalah system lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi. Dengan sistematis maksudnya , bahasa itu tersusun menurut suatu pola tertentu, tidak tersusun secara acak atau sembarangan.
Sistem bahasa yang digunakan berupa lambang-lambang dalam bentuk bunyi. Setiap lambang bahasa menggunakan lambang bahasa ya ng berbunyi [kuda], melambangkan konsep atau makna.Dalam bahasa Indonesia satuan bunyi [air], [kuda], dan [meja] adalah lambang ujaran karena memiliki makana , tetapi bunyi- bunyi [rai], [akud], [ajem] bukanlah lambang ujaran karena tidak memiliki makna. Lambang bahasa itu bersifat arbitrer , artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya, tidak bersifat wajib , bisa berubah , dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang itu mengonsepi makna tertentu.
Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit , sebab seperti dikemukakan Fishman bahwa yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah “who speak what language to whom, when and to what end.
Sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang secara etimologi kata tersebut berasal dari bahasa Inggris, yaitu terdiri atas kata “socio” dan “linguistics”. Linguistik yaitu ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata, kalimat) dan hubungan antara unsur-unsur itu termasuk hakikat dan pembentukan unsur-unsur itu. Unsur sosio adalah seakar dengan sosial, yaitu yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi kemasyarakatan. Jadi, sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat.
Dalam sosiolinguistik terdapat diglosia yang merupakan salah satu subtopik yang akan dijelaskan dalam topik ini. Kata diglosia berasal dari bahasa prancis diglossie, yang pernah digunakan oleh Marcais, seorang lingu Prancis: tetapi istilah itu menjadi terkenal dalam studi sosiolingustik setelah digunakan oleh seorang swarjana dari Stanford University, yaitu C.A. Ferguson tahun 1958 dalam suatu symposium tentang “Urbanisasi dan bahasa-bahasa standar” yang diselenggarakan oleh American Anthropological Association di Washinton DC. Kemudian Ferguson menjadikan lebih terkenal lagi istilah tersebut dengan sebuah artikelnya yang berjudul “diglosia”.
 MASALAH
Dalam diglosia terdapat beberapa masalah yang muncul yang dapat dilhat dari segi fungsi, prestise, standardisasi, dan dari segi lainnya. Pemerolehan ragam T hanya diperoleh dengan mempelajarinya dalam pendidikan formal, sedangkan ragam R diperoleh dari pergaulan dengan keluarga dan teman – teman. Oleh karena itu mereka yang tidak pernah memasuki dunia pendidikan formal tidak akan mengenal ragam T.
Dilihat dari segi fungsi terdapat masalah yaitu adanya dua variasi bahasa yang digunakan oleh masyarakat diglosis. Variasi pertama disebut dialek tinggi (disingkat dialek T atau ragam T), dan yang kedua disebut dialek rendah (disingkat dialek R atau ragam R ). Dari segi prestise dialek R dianggap inferior bahkan ada yang menolaknya dibandingkan dengan dialek T yang lebih terpandang dan bergengsi. Dan dilihat dari segi standardisasi.Ragam T dipandang sebagai ragam yang bergengsi, maka tidak mengherankan kalau standarisasi dilakukan terhadap ragam T tersebut melalui kodifikasi formal dan Ragam R tidak dipeduli dan diperhatikan. Dan juga timbul persoaolan dimana ragam mana yang dipilih menjadi bahasa nasional, apakah ragam T atau ragam R.
TEORI
Pada ragam bahasa diglosia terdapat berbagai macam permasalahan yang muncul, dimana pemilihan ragaam bahasa nasional mana yang akan digunakan, menurut ferguson para pendukung ragam T dan R tentu memunyai argumentasi untuk menentukan ragam mana yang cocok menjadi bahasa nasional. Dalam hal ini ada dua kemungkinan. Pertama, ragam R dapat menjadi bahasa nasional karena ragam itulah yang dipakai di dalam masyarakat dan kedua ragam T yang akan menjadi bahasa nasional apabila, ragam T itu sudah menjadi bahasa standar pada sebagian masyrakat dan apabila masyarakat diglosis itu menyatu dengan masyarakat lain.
           Saya berpendapat bahwa teori yang digunakan oleh Ferguson tepat karena masyarakat lebih mudah menggunakan ragam R disbanding dengan ragam T,  ragam R sangat mudah dipahami dan mudah diperoleh dibanding ragam T, masyarakat yang tidak terbiasa dengan suasana formal lebih cenderung menggunakan ragam R. disisi lain ragam R itu itu tidak memunyai kaidah – kaidah tata bahasa tetapi masyarakat dengan mudah menggunakannya.
Pertanyaan
1.      Apa yang dimaksud dengan diglosia ?
·         Diglosia adalah suatu situasin kebahasaan yang relatif stabil, dimana selain terdapat sejumlah dialek – dialek utama ( lebih tepat : ragam – ragam utama ) dari satu bahasa, terdapat juga sebuah ragam lain.
2.      Jelaskan makna dari distribusi fungsional pada dialek T dan R !
·         Distribusi fungsional dialek T dan dialek R memunyai arti bahwa terdapat situasi dimana hanya dialek T yang sesuai untuk digunakan, dan dalam situasi lain hanya dialek R yang bias digunakan.
3.      Mengapa dialek T lebih terpandang disbanding dialek R ?
·         Karena masyarakat penuturnya lebih memandang dialek T lebih bergengsi dan merupakan bahasa yang logis
4.      Sebutkan hal – hal yang dapat melunturkan tekanan – tekanan masyarakat diglosisi !
·         Meningkatnya kemampuan keakasaraan dan meluasnya komunikasi verbal pada satu Negara.
·         Meningkatnya penggunaan bahasa tulis
·         Perkembangan nasionalisme dengan keinginan adanya sebuah bahasa nasional sebagai lambing kenasionalan suatu bangsa.
5.      Jelaskan keunggulan dialek R disbanding dialek T !
·         Keunggulan dialek R terdapat pada banyak masyrakat penutur yang sangat mudah menggunakannya dan untuk memperolehnya masyarakat diperlu memasuku dunia pedidikan formal, dan dialek R tidak memunyai kaidah tata bahasa sehingga masyarakat lebih lancer menggunakannya.
 SIMPULAN
Di dalam masyarakat penutur diglosis terdapat berbagai macam masalah yan timbul dan membuat masyrakat tersebut mendapat tekanan – tekanan dalam memilih ragam bahasa yang cocok untuk digunakan dalam ragam bahasa nasional.
Dalam hal tersebut masing – masing dialek memilki pendapat masing – masing untuk menentuka ragam bahasa yang cocok, disisi lain masyrakat tidak perlu merasa dalam tekanan terus menerus, karena dengan meningkatkan pengetahuan dalam kaidah tata bahasa kita dapat menempatkan dimana kita harus menggunakan dialek T dan dialek R.
 Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : RINEKA CIPTA.
Suryadi,Dedi. 2011.Apa sih bilingualism dan diglosia itu ??. www.semilirilmu.blogspot.com diunduh pada tanggal 30 Oktober 2012.
Kabi. 2011. Pengertian sosiolinguistk. www.bedande.blogspot.com diunduh pada tanggal 30 Oktober 2012





                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar