Ji Jingga

Ji Jingga
Ibo

Minggu, 18 November 2012

Denotasi dan Konotasi


Makna Denotasi dan Konotasi
Sebagai alat komunikasi verbal bahasa merupakan suatu system lambing bunyi yang arbitrer. Maksudnya, tidak ada hubungan wajib antara lambing sebagai hal yang menandai yang berwujud kata atau leksem dengan benda atau konsep yang ditandai, yaitu referen dari kata atau leksem tersebut.
Dalam ilmu linguistik terdapat cabang liguistik yang disebut semantik. Kata semantik dalam bahasa Indonesia ( Inggris : semantics ) berasal dari bahasa Yunani sema ( kata benda ) yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Jadi dapat disimpulkan bahwa semantik adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti arti atau makna.
Dalam ilmu semantik kita dapat menjumpai beberapa sub ilmu semantik, antara lain yaitu makna atau arti. Makna atau arti hadir dalam tatabahasa ( morfologi dan sintaksis ) maupun leksikon.  Ada beberapa jenis makna antara lain makna denotasi dan makna konotasi.
Pembedaan makna denotatif dan konotasi didasarkan pada ada atau tidak adanya “nilai rasa” pada sebuah kata. Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negative. Jika tidak memiliki nilai rasa maka tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga dikatakan berkonotasi netral dan disebut juga makna tambahan.
Makna denotatif ( sering juga disebut makna denotasional, makna konseptual, atau makna kognitif karena dilihat dari sudut yang lain ) denotasi sering disebut sebagai “makna sebenarnya” bias juga disebut makna dasar, makna asli, atau makna pusat.
Contoh
 
1.BUAH TANGAN
MK= Ilyas membawa buah tangan dari Jakarta.
MD= Irma membawa oleh-oleh dari kampung halaman.
2. PANJANG TANGAN
MK= Orang itu ditangkap polisi karena panjang tangan.
MD= Polisi menangkap seorang pencuri di pasar.
3.BUAH BIBIR
 MK= Anti menjadi buah bibir karena malas kesekolah.
MD= Dimas jadi bahan pembicaraan di rumahnya karena kenakalannya.
4. BERBADAN DUA
MK= Ibu Mia sering makan rujak karena sedang berbadan dua.
 MD= Perut ibu saya sudah mulai membesar karena sedang hamil tiga bulan
5. TANGAN KANAN
MK= Ilyas ditunjuk sebagai tangan kanan oleh bosnya di kantor.
MD= Ilyas adalah orang kepercayaan di kantornya.
6. KAMBING HITAM
MK= Orang itu selalu dijadikan kambing hitam jika ada masalah.
MD= Andi selalu di jadikan pokok permasalahan jika ada masalah padahal belum tentu dia yang bersalah.
7.  SEBATANG KARA
MK= Kasihan nasib si bungsu,sekarang ia hanya sebatang kara.
MD= Anak itu kasihan sekali sudah tidak punya sanak saudara lagi.

8. BIANG KELADI
MK = Ternyata si Arif, biang keladi semua masalah.
MD = Semua masalah yang terjadi Amul lah yang menyebabkan perselisihan.
9. KAKI TANGAN
MK = Di PT. Angin Ribut, Amul sebagai kaki tangan perusahaan tersebut.
MD = Amul Hikma adalah pembantu utama di kantor tempat ia bekerja.
10. KEMBANG DESA
MK = Semua pemuda mengagumi kembang desa yang cantik itu.
MD = Pada hari ulang tahun kakak mendapatkan kembang mawar yang sangat indah.

Minggu, 11 November 2012

SOSIOLINGUISTIK “Diglosia”



Diglosia”

PENDAHULUAN
Bahasa adalah sebuah system , artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap, dan dapat dikaidahkan. Ciri dari hakikat bahasa adalah , bahwa bahasa itu adalah system lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi. Dengan sistematis maksudnya , bahasa itu tersusun menurut suatu pola tertentu, tidak tersusun secara acak atau sembarangan.
Sistem bahasa yang digunakan berupa lambang-lambang dalam bentuk bunyi. Setiap lambang bahasa menggunakan lambang bahasa ya ng berbunyi [kuda], melambangkan konsep atau makna.Dalam bahasa Indonesia satuan bunyi [air], [kuda], dan [meja] adalah lambang ujaran karena memiliki makana , tetapi bunyi- bunyi [rai], [akud], [ajem] bukanlah lambang ujaran karena tidak memiliki makna. Lambang bahasa itu bersifat arbitrer , artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya, tidak bersifat wajib , bisa berubah , dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang itu mengonsepi makna tertentu.
Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit , sebab seperti dikemukakan Fishman bahwa yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah “who speak what language to whom, when and to what end.
Sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang secara etimologi kata tersebut berasal dari bahasa Inggris, yaitu terdiri atas kata “socio” dan “linguistics”. Linguistik yaitu ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata, kalimat) dan hubungan antara unsur-unsur itu termasuk hakikat dan pembentukan unsur-unsur itu. Unsur sosio adalah seakar dengan sosial, yaitu yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi kemasyarakatan. Jadi, sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat.
Dalam sosiolinguistik terdapat diglosia yang merupakan salah satu subtopik yang akan dijelaskan dalam topik ini. Kata diglosia berasal dari bahasa prancis diglossie, yang pernah digunakan oleh Marcais, seorang lingu Prancis: tetapi istilah itu menjadi terkenal dalam studi sosiolingustik setelah digunakan oleh seorang swarjana dari Stanford University, yaitu C.A. Ferguson tahun 1958 dalam suatu symposium tentang “Urbanisasi dan bahasa-bahasa standar” yang diselenggarakan oleh American Anthropological Association di Washinton DC. Kemudian Ferguson menjadikan lebih terkenal lagi istilah tersebut dengan sebuah artikelnya yang berjudul “diglosia”.
 MASALAH
Dalam diglosia terdapat beberapa masalah yang muncul yang dapat dilhat dari segi fungsi, prestise, standardisasi, dan dari segi lainnya. Pemerolehan ragam T hanya diperoleh dengan mempelajarinya dalam pendidikan formal, sedangkan ragam R diperoleh dari pergaulan dengan keluarga dan teman – teman. Oleh karena itu mereka yang tidak pernah memasuki dunia pendidikan formal tidak akan mengenal ragam T.
Dilihat dari segi fungsi terdapat masalah yaitu adanya dua variasi bahasa yang digunakan oleh masyarakat diglosis. Variasi pertama disebut dialek tinggi (disingkat dialek T atau ragam T), dan yang kedua disebut dialek rendah (disingkat dialek R atau ragam R ). Dari segi prestise dialek R dianggap inferior bahkan ada yang menolaknya dibandingkan dengan dialek T yang lebih terpandang dan bergengsi. Dan dilihat dari segi standardisasi.Ragam T dipandang sebagai ragam yang bergengsi, maka tidak mengherankan kalau standarisasi dilakukan terhadap ragam T tersebut melalui kodifikasi formal dan Ragam R tidak dipeduli dan diperhatikan. Dan juga timbul persoaolan dimana ragam mana yang dipilih menjadi bahasa nasional, apakah ragam T atau ragam R.
TEORI
Pada ragam bahasa diglosia terdapat berbagai macam permasalahan yang muncul, dimana pemilihan ragaam bahasa nasional mana yang akan digunakan, menurut ferguson para pendukung ragam T dan R tentu memunyai argumentasi untuk menentukan ragam mana yang cocok menjadi bahasa nasional. Dalam hal ini ada dua kemungkinan. Pertama, ragam R dapat menjadi bahasa nasional karena ragam itulah yang dipakai di dalam masyarakat dan kedua ragam T yang akan menjadi bahasa nasional apabila, ragam T itu sudah menjadi bahasa standar pada sebagian masyrakat dan apabila masyarakat diglosis itu menyatu dengan masyarakat lain.
           Saya berpendapat bahwa teori yang digunakan oleh Ferguson tepat karena masyarakat lebih mudah menggunakan ragam R disbanding dengan ragam T,  ragam R sangat mudah dipahami dan mudah diperoleh dibanding ragam T, masyarakat yang tidak terbiasa dengan suasana formal lebih cenderung menggunakan ragam R. disisi lain ragam R itu itu tidak memunyai kaidah – kaidah tata bahasa tetapi masyarakat dengan mudah menggunakannya.
Pertanyaan
1.      Apa yang dimaksud dengan diglosia ?
·         Diglosia adalah suatu situasin kebahasaan yang relatif stabil, dimana selain terdapat sejumlah dialek – dialek utama ( lebih tepat : ragam – ragam utama ) dari satu bahasa, terdapat juga sebuah ragam lain.
2.      Jelaskan makna dari distribusi fungsional pada dialek T dan R !
·         Distribusi fungsional dialek T dan dialek R memunyai arti bahwa terdapat situasi dimana hanya dialek T yang sesuai untuk digunakan, dan dalam situasi lain hanya dialek R yang bias digunakan.
3.      Mengapa dialek T lebih terpandang disbanding dialek R ?
·         Karena masyarakat penuturnya lebih memandang dialek T lebih bergengsi dan merupakan bahasa yang logis
4.      Sebutkan hal – hal yang dapat melunturkan tekanan – tekanan masyarakat diglosisi !
·         Meningkatnya kemampuan keakasaraan dan meluasnya komunikasi verbal pada satu Negara.
·         Meningkatnya penggunaan bahasa tulis
·         Perkembangan nasionalisme dengan keinginan adanya sebuah bahasa nasional sebagai lambing kenasionalan suatu bangsa.
5.      Jelaskan keunggulan dialek R disbanding dialek T !
·         Keunggulan dialek R terdapat pada banyak masyrakat penutur yang sangat mudah menggunakannya dan untuk memperolehnya masyarakat diperlu memasuku dunia pedidikan formal, dan dialek R tidak memunyai kaidah tata bahasa sehingga masyarakat lebih lancer menggunakannya.
 SIMPULAN
Di dalam masyarakat penutur diglosis terdapat berbagai macam masalah yan timbul dan membuat masyrakat tersebut mendapat tekanan – tekanan dalam memilih ragam bahasa yang cocok untuk digunakan dalam ragam bahasa nasional.
Dalam hal tersebut masing – masing dialek memilki pendapat masing – masing untuk menentuka ragam bahasa yang cocok, disisi lain masyrakat tidak perlu merasa dalam tekanan terus menerus, karena dengan meningkatkan pengetahuan dalam kaidah tata bahasa kita dapat menempatkan dimana kita harus menggunakan dialek T dan dialek R.
 Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : RINEKA CIPTA.
Suryadi,Dedi. 2011.Apa sih bilingualism dan diglosia itu ??. www.semilirilmu.blogspot.com diunduh pada tanggal 30 Oktober 2012.
Kabi. 2011. Pengertian sosiolinguistk. www.bedande.blogspot.com diunduh pada tanggal 30 Oktober 2012





                      

iboo

 
Posted by Picasa

wooww

 

Selasa, 23 Oktober 2012

PLOT

Pemplotan Pada Novel Belenggu
karya Armijn Pane”
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting diantara berbagai unsur fiksi yang lain. Tinjauan struktural terhadap karya fiksi pun sering lebih ditekankan pada pembicaraan plot, walau mungkin mempergunakan istilah lain. Plot sebuah karya fiksi yang kompleks, ruwet, dan sulit dikenali hubungan kausalitas antarperistiwanya, menyebabkan cerita menjadi lebih sulit dipahami.
Untuk menyebut plot, secara tradisional, orang juga sering mempergunakan istilah alur atau jalan cerita, sedangkan dalam teori – teori yang berkembang lebih kemudian dikenal adanya istilah struktur naratif, susunan, dan juga sujet. Penyamaan begitu saja antara plot dengan jalan cerita, atau bahkan mendefenisikan plot sebagai jalan cerita, sebenarnya kurang tepat.
Stanton dalam ( Nurgiyantoro 2007 : 113 ) misalnya , mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Kenny dalam ( Nurgiyantoro 2007 : 113 ) mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.
Penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan diri pada urutan waktu saja belum merupakan plot. Agar menjadi sebuah plot, peristiwa- peristiwa itu harus diolah dan disiasati secara kreatif, sehingga hasil pengolahan dan penyiasatannya itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan menarik, khususnya dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan sercara keseluruhan.
Peristiwa- peristiwa cerita (dan atau plot) dimanifestasikan lewat perbuatan, tingkah laku, dan sikap tokoh-tokoh (utama) cerita. Bahkan, pada umumnya peristiwa yang ditampilkan dalam cerita tak lain dari perbuatan dan tingkah laku pada tokoh, baik yang bersikap verbal maupun non verbal, baik yang bersifat fisik maupun batin.
Plot merupakan cerminan, atau bahkan merupakan cerminan atau bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berfikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.
Alur  merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen – elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri  meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa – peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya Stanton ( 2007 :  28 ).
Umumnya, plot memiliki 6 unsur utama yang menjadi penyusun plot. Perkenalan, pemunculan masalah, konflik, klimaks, antiklimaks, dan penyelesaian atau kesimpulan. Keenam unsur itulah yang kemudian menjadi susunan utama plot. Tanpa ada salah satunya, tulisan akan terasa janggal karena ada salah satu unsurnya yang hilang.
Perkenalan, biasanya merupakan awalan dari tulisan. Sesuai dengan namanya, perkenalan berisikan pembukaan dari tulisan yang memuat topik apa yang akan dibahas. Dalam tulisan fiksi, perkenalan akan berupa kemunculan tokoh, sementara dalam tulisan nonfiksi akan berupa pembukaan dari topik tulisan. Pada novel belenggu diawali dengan perkenalan tokoh Tono yang kesal dengan istrinya karena tingkah istrinya yang selalu menaruh sulaman di atas meja tempat dokter Tono menyimpan bloc-notenya sehingga ia sulit untuk menemukan bloc-notenya.
Pemunculan masalah adalah tahapan selanjutnya setelah Perkenalan. Dalam tulisan seringkali ia merupakan saat di mana keberadaan topik tulisan mulai dipertajam sehingga pembaca akan mengenali maksud dan tujuan dari tulisan tersebut. Pada tulisan fiksi, maka pemunculan masalah biasanya merupakan kejadian yang dialami oleh tokohnya, sementara dalam tulisan nonfiksi berupa unsur-unsur pendukung topik yang dibahas dan bisa berupa contoh-contoh yang dikaitkan. Ketika topik dikenali dan lebih mengerucut sehingga pembaca mengenalinya, maka kejadian selanjutnya dalam sebuah tulisan adalah terjadinya konflik. Ia merupakan lontaran masalah yang pertama kali timbul sejak pertama kali tulisan dimulai. Seringkali, konflik pun dihadirkan agar tulisan menjadi lebih menarik dan menantang pembacanya untuk melanjutkan dan menyelesaikan bacaannya. Pada novel belenggu pemunculan masalah terjadi pada saat Nyonya Eni menelpon dokter Tono untuk diperiksa, dan pada saat itu Tono menyadari bahwa wanita tersebut adalah Yah, teman kecil di sekolah rakyat dulu. Dan konflik terjadi pada saat Tini ke Surabaya untuk menghadiri kongres dan Tono memutuskan untuk tinggal di tempat Yah dan disana mereka bercerita tentang masa lalu mereka, sehingga ia melakukan perselingkuhan karena kasih sayang yang dibutuhkan oleh Tono didapatkan dari Yah.
Setiap tulisan pasti memiliki puncak yang paling menjadi daya tarik dari tulisan tersebut. Entah itu situasi yang makin menegang seperti dalam tulisan fiksi, ataupun perbandingan pendapat para ahli yang hadir dalam tulisan nonfiksi. Dalam tulisan fiksi dikenal sebagai klimaks. Klimaks adalah momen-momen penting dalam tulisan, di mana pembaca mengalami pengalaman puncak emosi ataupun rasa ingin tahu yang paling tinggi. Pada novel Belenggu klimaks terjadi pada saat Tini mengetahui perselingkuhan antara Tono dan Yah, dan ia memutuskan untuk mendatangi Yah, tetapi sesampainya disana ia malah heran karena melihat Yah seorang wanita yang sangat sopan, tidak sesuai dengan pemikirannya yang negatif terhadap Yah.
Ketika semua unsur dari plot tulisan sudah muncul, maka penyelesaian adalah jalan yang paling baik. Dengan membuat fase penyelesaian, maka tulisan akan menjadi lengkap karena dapat berisikan kesimpulan pada tulisan nonfiksi maupun juga bagian akhir dari cerita fiksi yang bisa dipilih apakah berakhir bahagia, sedih, ataupun menggantung. Pada novel belenggu penyelesaiannya ditandai dengan keputusan Tini untuk bercerai dengan Tono, dan Yah memutuskan untuk juga meninggalkan Tono karena merasa tidak pantas hidup dengan Tono.
Berdasarkan kriteria waktu maksudnya adalah plot yang didasarkan pada keadaan waktu si tokoh itu sendiri apakah menceritakan tentang masa sekarang si tokoh ataukan masa lalunya atau mungkin dua duanya. Yang biasa disebut Plot maju, mundur, serta campuran. Ketiga jenis plot tersebut memiliki karakteristik masing-masing yang dapat membangun setiap tulisan sehingga terlihat lebih menarik bagi para pembacanya.
Plot maju adalah plot yang paling umum dan sering digunakan di setiap tulisan. Ia memiliki ciri tulisan yang bergerak urut dari awal hingga akhir tulisan. Setiap bagian dari tulisan tertata dengan baik, sehingga pembaca tulisan pun takkan kehilangan setiap momen. Runutan peristiwanya membuat impresi yang dibangun oleh penulis seperti mendaki gunung kemudian menuruninya kembali. Perkenalan, pemunculan masalah, konflik, klimaks, antiklimaks, penyelesaian adalah fase plot yang disusun secara urut dan tidak berloncatan.
Plot Mundur atau kilas balik. Alur mundur disebut juga plot tak kronologis, sorot balik, regresif, atau flash-back. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dari tahap akhir atau tengah dan baru kemudian tahap awalnya. Dan perkenalan sebagai urutan fase terbalik yang sudah barang tentu akan membuat tulisan menjadi “berbeda” karena tuturan cerita akan terbalik dengan ditampilkannya amanat ataupun kesimpulan cerita terlebih dahulu, baru kemudian mengetahui masalah yang diakhiri dengan keterangan pelaku masalah tersebut.
Plot campuran itu terdiri dari plot maju dan plot mundur artinya ceritanya itu menyoroti masa lalu sekarang sang tokoh sekaligus masa lalu sang tokoh. Plot inilah yang digunakan pada novel Belenggu.
Peristiwa – peristiwa yang tejadi pada novel Belenggu karya Armijn Pane :
1.      Tono (Sukartono) seorang dokter berpendidikan Belanda, dan istrinya Tini (Sumartini), yang tinggal di Batavia, sedang menjauh. Tono terlalu sibuk merawat pasien sehingga dia tidak punya waktu untuk Tini.
2.      Akibatnya, Tini pun menjadi lebih aktif dengan kegiatan sosial, sehingga dia tidak mengurus rumah tangga. Hal ini membuat Tono semakin menjauh, sebab dia ingin Tini menjadi istri tradisional yang bersedia menyiapkan makan dan menunggunya di rumah.
3.      Suatu hari, Tono dipanggil oleh seseorang bernama Nyonya Eni, yang minta diperiksa. Ketika Tono mendatanginya, dia menyadari bahwa Ny. Eni sebenarnya adalah Yah (Rohayah), temannya waktu masih kecil.
4.      Rohayah, yang sudah mencintai Tono sejak mereka masih di sekolah rakyat, mulai menggoda Tono sehingga dokter itu jatuh cinta.
5.      Mereka mulai bertemu secara diam-diam dan sering pergi ke pelabuhan Tanjung Priok.
6.      Ketika Tini pergi ke Surakarta untuk menghadiri kongres wanita, Tono mengambil langkah untuk hidup bersama Rohayah selama satu minggu.

7.      Selama di rumah Rohayah, Tono dan Yah membahas masa lalu. Tono menjelaskan bahwa setelah tamat sekolah rakyat di Bandung, dia berpindah ke Surabaya dan belajar di sekolah kedokteran di sana.
8.      Tono menikah dengan Tini karena kecantikannya. Sementara, Yah dijodohkan dengan pria yang lebih tua dan berpindah ke Palembang. Setelah meninggalkan suami, dia pindah ke Batavia dan menjadi pelacur; selama tiga tahun dia menjadi simpanan pria Belanda. Melihat tingkah laku Yah yang sopan santun, Tono menjadi semakin cinta padanya karena beranggapan bahwa Yah adalah istri yang tepat untuknya. Namun, Yah merasa dirinya belum siap untuk menikah.
9.      Tono, yang merupakan penggemar musik keroncong, diminta menjadi juri suatu lomba keroncong di Pasar Gambir. Di sana, dia bertemu dengan Hartono, seorang aktivis politik dan anggota Partindo, yang bertanya tentang istri dokter itu.
10.  Beberapa hari kemudian, Hartono mengunjungi rumah Tono dan bertemu dengan Tini. Ternyata Tini pernah menjalin hubungan dengan Hartono saat kuliah, sehingga mereka berhubungan seks; hal ini membuat Tini jengkel dengan dirinya sehingga tidak dapat mencintai laki-laki.
11.  Hartono pun semakin mengacaukan keadaan ketika dia memutuskan Tini dengan hanya meninggalkan sepucuk surat. Ketika Hartono minta agar dapat kembali bersama Tini, Tini menolak.
12.  Setelah mengetahui bahwa Tono selingkuh, Tini menjadi sangat marah dan pergi untuk berbincang dengan Yah.
13.  Setelah berbicara panjang dengan Yah, Tini mulai beranggapan bahwa Yah lebih cocok untuk Tono dan minta agar Yah segera menikahinya. Tini lalu berpindah ke Surabaya, dan Tono ditinggalkannya di Batavia.
14.  Yah merasa bahwa mempunyai hubungan dengan Tono akan membuat citra baik Tono hancur, sebab latar belakangnya yang pelacur itu.
15.  Dia lalu mengambil keputusan untuk pindah ke Kaledonia Baru, dengan meninggalkan sepucuk surat dan sebuah piring hitam yang membuktikan bahwa Yah sebenarnya penyanyi favorit Tono.
16.  Dalam perjalanan ke Kaledonia Baru, Yah rindu pada Tono dan mendengar suaranya di radio. Tono ditinggal sendiri dan mulai bekerja sangat keras, dalam usaha untuk mengisi kesepiannya.



DAFTAR PUSTAKA
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR.
Koesoemadinata,Billy. 2009. Alur Cerita www. Billy. Blogspot.com. Diunduh pada tanggal 16 Oktober 2012.
Hud, Miftahul. 2008. Alur / Plot. www. Miftahulhudblogspot.com. Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2012